Inilah Gambaran Ekonomi dan Bisnis Indonesia 2013
Tahun depan diperkirakan kondisi ekonomi global akan membaik karena krisis Eropa terlihat mulai berakhir. Kondisi tersebut
pun sedikit banyak akan berpengaruh ke kondisi ekonomi Indonesia. Fauzi
Ichsan, ekonom senior Standard Chartered Bank, pun menyebutkan, ekonomi
negara ini akan tumbuh hingga 6,5 persen pada tahun 2013.
“Kita melihat pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun depan akan naik ke 6,5
persen, sementara tahun ini 6,3 persen,” sebut Fauzi, di Jakarta.
Mengenai inflasi 2013, ia menyebutkan, angka inflasi rata-rata sebesar
4,6 persen, sedangkan inflasi pada akhir 2013 mencapai 5 persen. Akan
tetapi, Fauzi mengingatkan, prediksi tersebut dengan asumsi harga bahan
bakar minyak (BBM) tidak naik. Bila harga BBM naik sampai 30 persen,
maka inflasi, menurut dia, “Akan naik ke arah 7 persen, tapi dampaknya
hanya sesaat seperti dampak kenaikan harga BBM sebelumnya.”
Sementara itu nilai tukar rupiah terhadap dollar AS diperkirakan berada
di angka US$ 9.200 pada akhir 2013. Lebih rendah ketimbang prediksi
akhir 2012 sebesar US$ 9.650. Lalu, tingkat suku bunga acuan (BI Rate)
pada akhir tahun depan ditaksir sebesar 6,25 persen. “BI rate naik 50
basis poin (dari akhir 2012 yang diprediksi 5,75 persen),” lanjut Fauzi.
Masuk ke prospek sektor bisnis, ia menjelaskan bahwa sektor yang
menarik dikucuri kredit oleh bank adalah sektor yang menawarkan barang
dan jasa kepada 240 juta rakyat Indonesia. Apalagi kondisinya sekarang
yakni sebanyak 10-15 persen dari jumlah penduduk adalah kelas menengah
yang bankable. “Yang sama jumlahnya dengan penduduk Malaysia,” tuturnya.
Sejumlah sektor yang menjual barang dan jasa ke konsumen tanpa harus
menghadapi ketidakpastian hukum ataupun politik karena memang langsung
berhubungan dengan kelas menengah yakni, diantaranya, sektor otomotif,
rokok, semen, telekomunikasi, jasa penyewaan, farmasi, dan pengepakan.
Ia pun menyebutkan, “Marjin yang bergerak di sektor ini, tinggi.”
Sementara bisnis komoditas, seperti CPO, batu bara, dan karet,
cenderung diuntungkan oleh kenaikan harga komoditas global. Sektor
infrastruktur, seperti jalan tol, listrik, pelabuhan, dan air bersih,
sangat potensial. Akan tetapi, perkembangan sektor ini bergantung pada
kebijakan pemerintah. Karakteristik sektor ini yaitu sebagai bagian dari
paket kebijakan stimulus dan program infrastruktur pemerintah.
Lalu, sektor usaha minyak bumi, gas, dan pertambangan adalah sektor
pengekspor komoditas yang sarat regulasi, kerap menghadapi
ketidakpastian hukum, dan masalah otonomi daerah. Sektor-sektor ini
sangat potensial namun terhambat oleh kurang kondusifnya iklim investasi
domestik.
“Sementara yang tidak menarik bagi perbankan
biasanya yang padat tenaga kerja, bersaing dengan Cina, India, dan
Kamboja, misalnya pakaian jadi, tekstil, sepatu, mainan, dan
elektronik,” tutur Fauzi.
Disebutkan dia, sektor-sektor yang
pada tenaga kerja tersebut sudah lewat masa kejayaannya, yakni tahun
1970-1980. Saat itu, upah buruh masih murah. Sekarang sektor yang
marjinnya tidak tinggi ini harus menghadapi kenyataan yakni naiknya upah
minimum. “Sekarang upah buruh Indonesia tidak terlalu murah,” tandasnya
yang juga menyebutkan produktivitas buruh tinggi ternyata bukan di
sektor padat karya melainkan di sektor yang padat modal.
No comments:
Post a Comment