05 January, 2013

PERTUMBUHAN EKSPOR: 2013 Bakal Stagnan

 Pertumbuhan ekspor Indonesia pada 2013 dipatok stagnan mengingat belum ada tanda-tanda pemulihan ekonomi di Amerika Serikat dan Eropa.

Nilai pengapalan Tanah Air pada tahun ini diproyeksikan sekitar Rp190 miliar atau sama dengan perkiraan ekspor hingga akhir 2012.

Demikian pula dengan neraca perdagangan yang tetap diprediksi defisit US$2 miliar karena negara-negara di Asia Timur mengalihkan tujuan ekspornya dari AS dan Eropa ke Indonesia.

Menteri Perdagangan Gita Wirjawan mengatakan situasi makro global belum menandakan pemulihan kendati AS mulai menemui jalan keluar untuk lepas dari jurang fiskal (fiscal cliff) lewat kebijakan penaikan pajak.

Industri jasa China yang melesat dan menambah laba manufaktur di Negeri Tirai Bambu itu, juga tidak dapat menjadi gambaran tren ke depan. Data peningkatan purchasing manager index (PMI) Desember 2012 belum tentu akan berkelanjutan pada 2013.

“Ini (perkembangan di AS dan China) tidak bisa diekstrapolasikan ke depan begitu saja. Saya rasa ‘snapshot’ saja dan itu tidak menggambarkan secara keseluruhan ‘filmnya’,” katanya di Jakarta, Jumat (4/1/2013).

Gita melihat secara struktural, fiscal cliff akan terus berlanjut di Negeri Paman Sam mengingat penaikan pajak belum tentu berhasil mempersempit jurang antara penerimaan dan pengeluaran serta aset dan liabilitas.  

Apalagi, dengan utang mencapai US$15 triliun, rasio utang terhadap produk domestik bruto (PDB) sudah 100% dan memakan waktu lama untuk menurunkan angka rasio itu.

“Tidak akan selesai dalam tiga, enam atau duabelas bulan. Ini akan memakan waktu berdekade, satu sampai dua dekade untuk menurunkan itu ke level yang lebih sehat,” ujarnya.

Sementara,  kinerja ekspor China sangat bergantung pada perbaikan ekonomi di AS dan Eropa mengingat kedua kawasan itu merupakan pasar yang besar bagi Negeri Panda.

Pada saat yang sama, pertumbuhan manufaktur di China selama ini disuplai oleh bahan baku dari Indonesia, seperti batubara, nikel, karet, dan minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO).

Dengan demikian, ketika pertumbuhan subsektor industri itu melambat, ekspor komoditas Indonesia juga akan mengikuti.

China memang berinisiatif merekonfigurasi struktur ekonomi untuk bertumpu pada konsumsi domestik, tetapi negara itu menghadapi masalah demografi sebagai dampak dari kebijakan satu anak (one child policy) yang diterapkan sejak 1980.

Menurut Gita, program peningkatan pertumbuhan penduduk dan pembangunan infrastruktur yang digulirkan pemerintah setempat, akan memakan waktu bertahn-tahun.

“Dalam konteks itu atau itu sebagai backdrop, saya tidak melihat Indonesia bisa meningkatkan ekspor ke Eropa, AS dan China begitu saja, tanpa pemulihan ekonomi yg sangat bisa berkelanjutan,” katanya.

No comments: